Siang itu, eh sekitar jam 10 an lah, mungkin belum bisa
dibilang siang yah, saya berada dalam sebuah mobil yang akan membawa saya ke
proyek PLTU yang lokasinya masih di dekat kantor saya. Saya diminta untuk membantu analisa dalam proses comissioning (semacam pengetesan mesin) Chlorination plant
di proyek tersebut.
Dalam mobil itu, pengendaranya bernama pak imam, beliau
inilah yang sering menghubungi saya dan meminta bantuan analisa. Waktu saya tanya
apakah dia ini dari kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut, katanya dia cuma
subkontraktor untuk sub unit chlorination plant saja. Sejak pertama kali
ngobrol dengan pak imam, saya langsung menebak beliau ini pasti orang daerah
banyumas, karena logat medok ala pak tarno yang terdengar jelas dalam suaranya.
Penumpang mobil yang duduk disebelah pak imam, di barisan
depan mobil, ada orang melayu yang berumur sekitar 50 tahun-an meski masih kelihatan enerjik, yang saya tidak
tahu namanya, tapi beliau ini terlihat sangat akrab dengan pak imam. Belakangan saya tahu
bapak ini bernama pak nurdin, beliau engineer dari vendor mesin tersebut, pak
imam bercerita bapak ini hanya dipanggil ke indonesia dalam rangka comissioning
saja, dan gajinya (as expatriat) adalah 12 juta per hari, gede ya, bayangin
kalau dikaliin 5 hari aja udah 60 jutaan.
Pak imam suka memanggil bapak ini
pakcik, dan begitu pula saya dalam interaksi selanjutnya lebih sering memanggil
bapak itu pakcik juga (sok akrab). Pakcik ini pembawaannya heboh, waktu saya tanya
tanya ke pak imam, dia suka ge er dan ikut menjawab. Kan waktu itu saya tanya
ke pak imam, “tinggalnya dimana pak?”, eh pakcik itu malah yang jawab “di hotel
sahid”, helooohhhh siapa yang nanya ya. Pakcik juga suka berceloteh tentang apa saja, misal waktu
liat orang-orang di kantor saya yang pakai baju batik kalau hari jumat, dia
bilang kalau di singapore (pakcik ini orang singapore) hari jumat banyaknya bapak-bapak pake baju kurung untuk solat jumat. Trus dia juga cerita kalau enggak betah
tinggal di hotel sahid soalnya hotelnya kuno, tapi dia malas pindah sebabnya
dia suka karaokean di sahid itu..pakcik bialng dia suka lagu dangdut, dia sampai hafal penyanyi dangdut yang ngetop macam melinda dan ayu ting-ting..hedeeehhh.
Penumpang di baris berikutnya alias baris tengah, di sebelah
kanan adalah saya sendiri, satu-satunya perempuan di mobil itu (as usual, i’m
living in the world of male), sedang di sebelah kiri ada bapak-bapak chinese. Waktu
saya naik mobil itu, saya berusaha ramah dengan bapak di sebelah saya ini tapi
beliau enggak membalas senyum saya, ya sudah saya senyum senyum aja sendiri
setidaknya kan sudah berusaha untuk ramah. Beberapa menit di dalam mobil,
ketika yang lain sedang ngobrol, bapak ini diam saja, saya curiga dia ini enggak
bisa bahasa indonesia, mungkin orang singapore juga seperti pakcik. Kecurigaan saya
terbukti benar ketika bapak chinese ini mengangkat telepon dan menjawabnya
dalam bahasa cina, oh my goat, pantesan dia dari tadi diam aja, mungkin engga
terlalu paham bahasa melayu.selidik punya selidik, ketika saya pak imam, bapak chinese itu memang orang dari vendor juga, beliau seorang programmer yang akan memantau display monitor dan instrumentasi panel saat comissioning nanti.
Terakhir, di baris belakang mobil, ada dua orang helper saya, yang
satu analis laboratorium yang membantu saya analisa saat comissioning nanti
(sebenernya dia inilah yang kerja, saya sih cuman bengong-bengong doang di site
:p) namanya pak juandi, usianya 40 an lah, sudah berkeluarga punya anak 3. Yang
satunya namanya ridwan, umurnya masih 20 tahun, masih single, dia ini helper yang biasanya
kerjaannya loading (mengisi) bahan kimia, yah dia ini sih saya suruh ikut aja
selain untuk menemani kami juga untuk membantu pengambilan sampel saat
comissioning nanti. Mereka berdua, helper atau tenaga outsourcing di bagian
saya ini, juga berbeda suku loh, pak juandi adalah orang jaseng (jawa serang)
meskipun lahir dan besar di lampung, sedangkan ridwan orang palembang.
Entah kenapa, saat perjalanan itu, tiba tiba saja saya berpikir, betapa semakin
mengglobalnya dunia ini, dalam satu mobil itu saja, ada begitu banyak suku
bangsa. Pak imam-jawa banyumas; pakcik-melayu singapore; saya-jawa; bapak sebelah saya-chinese singapore,pak
juandi-jaseng,ridwan-palembang. Kami semua dipersatukan dalam satu tujuan yang sama dalam
perjalanan ini, sesegera mungkin sampai di site kemudian melakukan comissioning
dengan hasil yang baik secepat mungkin. Tentu saja semua berharap tidak ada
kendala dalam comissioning ini, dan pekerjaan bisa selesai dalam satu hari ini
saja. Dan Alhamdulillah, comissioning kami hari itu memang bisa berjalan dengan
baik, bahkan tepat waktu, sore hari sekitar jam 3, pekerjaan sudah dapat
diselesaikan semua. Jadi sebenarnya, apapun suku bangsanya dalam suatu
kelompok, tidak akan ada masalah selama kerangka tujuan kelompok tersebut
jelas. Kelompok tersebut harus punya satu tujuan besar yang akan
mengesampingkan tujuan-tujuan kecil lainnya.
Dan jika direfleksikan pada kelompok yang lebih besar, bisa dalam
kelompok perusahaan, partai, negara bahkan dunia, meskipun berbagai
ada berbagai macam suku bangsa dalam kelompok tersebut, seharusnyalah tidak
akan ada konflik jika semua punya tujuan yang satu, tujuan yang maha besar. Misalnya
saja kelompok manusia sedunia, bagaimana jika tujuan maha besar nya adalah untuk
menciptakan kedamaian dunia, bukankah itu lebih penting. Jika semua orang di dunia, apapun suku bangsanya punya tujuan menciptakan kedamaian dunia, pasti mereka
semua tidak akan bertikai, tidak akan ada perang, penindasan ataupun penjajahan.
adakah orang-orang di dunia ini yang berfikir seperti itu, bukankah
kedamaian lebih penting daripada tujuan-tujuan lainnya? Ah saya yakin pasti ada, pasti masih ada banyak orang baik di dunia ini :)
‘they may say, i’m a dreamer,
but i’m not the only one,
i
hope someday you’ll join us,
and the world will live as one”
imagine-the
beatles
Komentar
hehe